MENGAPA KITA PEDULI DENGAN LIBERALISASI PENDIDIKAN ?
OLEH
Ahmad arifin NPM
: 12010093

SEKOLAH TINGGI
ILMU TARBIYAH
(STIT) PRINGSEWU
TAHUN 2013
Alamat : Jln. Raya Wonokriyo Gadingrejo Pringsewu 35372 Telp.
(0729) 333091 webside: www.stitpringsewu.ac.id
KATA PENGANTAR
بِسْمِ للهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Puji
dan syukur dengan hati yang tulus dan pikiran yang jernih ke hadirat Allah SWT.
Karena dengan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, kami dapat menyusun makalah ini
sehinga dapat hadir di hadapan pembaca sekalian.
Shalawat
dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhamad SAW. Beserta keluarga dan para
Sahabatnya sekalian, yang dengan penuh kesetiaan dan telah mengorbankan jiwa
raga maupun hartanya demi tegaknya syiar Islam yang pengaruh dan manfaatnya
masih dapat kita rasakan pada saat sekarang ini.
Makalah
ini membahas tentang “ANALISIS KEBIJAKAN KEPENDIDIKAN (Mengapa Kita Peduli
Dengan Liberalisasi Pendidikan)”. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat
dan dapat menambah wawasan bagi yang membacanya, terutama bagi Mahasiswa
Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Pringsewu Lampung.
Kepada
para pembaca yang membahasa makalah ini kami sampaikan terima kasih. Saran dan
keritik dari para pembaca sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini
dan demi bertambahnya wawasan kami sebagai Mahasiswa.
Akhinya
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua . Amin ya Rabbal
aalamiin.
Pringsewu,…Maret 2013
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL..................................................................................................... ii
KATA
PENGANTAR.................................................................................................. iii
DAFTAR
ISI.................................................................................................................. iv
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang............................................................................................ 1
B. Tujuan......................................................................................................... 1
C. Rumusan
Masalah....................................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN
A. Pengertian liberalism (Liberalisasi)................................................................ 3
B.
Tujuan Liberalisme(liberalisasi)...................................................................... 3
C.
Ciri-Ciri Liberalisme Pendidikan................................................................... 4
D.
Liberalisasi Pendidikan dan
Dampaknya Terhadap Pendidikan Indonesia... 5
E.
Bentuk-bentuk Liberalisasi Pendidikan Islam di
Indonesia.......................... 11
F.
Tujuan Liberalisasi Pendidikan Islam di
Indonesia....................................... 14
G.
Upaya penanggulangan Liberalisasi Pendidikan
Islam di Indonesia............. 14
BAB
III PENUTUP
A.
Kesimpulan................................................................................................. 16
B.
Saran........................................................................................................... 16
DAFTAR
PUSTAKA............................................................................................. 17
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Fenomena
merebaknya pemikiran sekularis, pluralis dan liberalis (sipilis) di
sejumlah lembaga pendidikan agama Islam bukanlah hal baru. Sejak awal berdirinya,
berbagai aliran pemikiran dan paham ideologi tumbuh subur didalamnya. Bahkan
pemikiran ini telah mengilhami berbagai perbuatan nyleneh, mulai dari kasus
penyebutan asma Allah dengan, “Allahirrajîm (Allah terkutuk) dan setan dengan,
“syaithân subhânnahu wa ta‘âla (setan mahasuci dan maha tinggi)”, kasus
penginjakan lafal Allah, kasus penghinaan terhadap Islam, Al-Quran dan
Rasulullah saw., kasus tuntutan penglepasan kewajiban
berjilbab, kasus aborsi, kasus perbuatan mesum dan zina sampai kasus pemakaian
obat-obatan terlarang.
Berbagai kasus
pemikiran dan perilaku nyleneh yang terjadi ternyata tidak terlepas dari upaya
westernisasi (pem-Barat-an) negeri-negeri Islam yang dipromotori oleh Amerika,
Inggris dan sekutunya. Melalui badan dunia PBB dan yayasan-yayasan
internasional, Barat beserta para kapitalis melancarkan serangannya dengan
menyusun program dan strategi liberalisasi pendidikan ke negara target maupun
langsung ke lembaga pendidikan, termasuk lembaga pendidikan Islam.
Konspirasi
liberalisasi pendidikan ini merupakan kelanjutan dari upaya Barat menghapuskan
peradaban Islam dan mencegah tegaknya kembali syariah dan Khilafah. Selanjutnya
Barat berharap akan tetap mampu menancapkan hegemoninya di dunia, termasuk di
negeri-negeri Islam. Suatu hal yang sangat mendasar adalah mengkaji dan
memahami apa yang terjadi dalam pemikiran sekularis, pluralis dan liberalis
(sipilis) di sejumlah lembaga pendidikan agama Islam. Dalam makalah ini
akan membahas tentang Liberalisasi Pendidikan Islam di Indonesia.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa Pengertian Liberalisasi Pendidikan Islam?
2.
Apa bentuk-bentuk Liberalisasi Pendidikan Islam
di Indonesia?
3.
Apa tujuan Liberalisasi Pendidikan Islam di
Indonesia?
4.
Bagaiman upaya penanggulangan Liberalisasi
Pendidikan Islam di Indonesia?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui Pengertian Liberalisasi
Pendidikan Islam.
2.
Untuk mengetahui bentuk-bentuk Liberalisasi
Pendidikan Islam di Indonesia.
3.
Untuk mengetahui tujuan Liberalisasi Pendidikan
Islam di Indonesia.
4.
Untuk mengetahui upaya penanggulangan
Liberalisasi Pendidikan Islam di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian liberalisme (Liberalisasi)
Liberalisme
adalah salah satu ideologi dunia barat yang berkembang sejak masa
reformasi.Secara harfiah liberal berarti bebas dari batasan. Arti Liberalisasi adalah proses
(usaha dsb) untuk menerapkan paham liberal dl kehidupan (tata negara dan
ekonomi); peliberalan: setelah pembangunan ekonomi, baru akan diadakan ~
kembali;
me·li·be·ra·li·sa·si v menerapkan
paham liberal dl kehidupan (tata negara dan ekonomi): konsekuensi rincian dr
komitmen untuk ~ perdagangan dan investasi dirumuskan oleh pertemuan tingkat
menteri.
Liberalisme atau Liberal adalah
sebuah ideologi , pandangan filsafat , dan tradisi politik yang didasarkan pada
pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai politik yang utama. Secara
umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh
kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan,
khususnya dari pemerintah dan agama
B.
Tujuan
Liberalisme(liberalisasi)
Secara umum
tujuan liberalisme pendidikan adalah mengangkat perilaku individu yang
efektif.sedangkan tujuan liberalisme pendidikan bagi sekolah adalah menyediakan
informasi dan keterampilan yang diperlukan oleh siwa supaya bisa belajar
sendiri secara efektif.Selain itu, siswa juga diajarkan tentang bagaimana cara
menyelesaikan masalah praktis melalui penerapan tatacara-tatacara pemecahan
masalah secara perseorangan maupun kelompok dengan berdasarkan metode ilmiah
yang rasional.
C.
Ciri-Ciri
Liberalisme Pendidikan.
Secara umum,
liberalisme pendidikan mempunyai ciri-ciri seperti berikut ini:
a)
Pengetahuan adalah alat yang diperlukan untuk
memecahkan masalah praktis.
b)
Individu adalah pribadi yang unik yang
menemukan kepuasan terbesar dalam mengungkapkan dirinya menanggapi
kondisi-kondisi yang berubah.
c)
Pemikiran efektif(kecerdasan praktis), yaitu
kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalan individu secara efektif.
d)
Pendidikan adalah pengembangan keefektifan
individu.
e)
Berpusat pada tatacara-tatacara pemecahan
masalah secara individu kelompok, menekankan situasi dan masa depan yang
berhubungan dengan kebutuhan dan persoalan-persoalaan individu sekarang.
f)
Perubahan budaya secara tidak langsung berhubungan
dengan cara megembangkan kemampuan individu.
g)
Berlandaskan pada tatacara pembuktian yang
ilmiah dan rasional.
h)
Bebas mengejar kepentingannya sendiri
sebagaimana semua itu muncul dalam keadaan yang berubah-ubah.
Anak sebagai
pelajar umumnya:
a)
Cenderung untuk menjadi lebih baik terutama
dalam bertindak secara efektif yang berdasarkan pada konsekuensi alamiah dari
perilakunya sendiri.
b)
Mementingkan perbedaan antar individu daripada
persamaannya.
c)
Menanggapi kondisi individu dan sosial yang
selalu berubah.
d)
Percaya pada kesetaraan fundamental antar
individu dalam memecahkan masalah, baik bersifat individu maupun sosial
Liberalisme
adalah suatu isme atau paham yang mengedepankan akal daripada wahyu ilahi.
Libelarisme merupakan masalah kebebasan berpikir yang sebenarnya merupakan isu
klasik dalam sejarah pemikiran islam. Akal adalah sebuah anugrah dari Allah SWT
yang mana akal ini sebagai pembeda antara manusia dan hewan, begitupun Allah
memerintahkan kepada manusia untuk berpikir menggunakan akal tentang semua penciptaan
yang ia ciptakan.
Banyak dari
ulama-ulama terdahulu membuktikan bahwa memang benar akal/logika itu bisa
menjadikan islam jaya pada beberapa abad lamanya, banyak sekali ilmuan-ilmuan
muslim yang menemukan sebuah penemuan baru dengan kehebatan akalnya.
Namun yang
menjadi permasalah sekarang adalah akal dijadikan satu-satunya dalil untuk
bertindak dan bertingkah laku. Wahyu ilahi dinomerduakan, padahal akal dan
wahyu harus berjalan beriringan. Namun pada kenyataannya, sebagian cendekiawan
malah memisahkan antara wilayah iman/wahyu dan wilayah pemikiran/logika.
Menurut paham
liberalisme, iman dan akidah adalah masalah individu yang memiliki otonomi.
Pengembalian iman dan akidah kepada individu menciptakan kebebasan beragama.
Sedangkan logika atau rasio adalah wilayah publik dimana seseorang bebas
berpendapat, mereka berpatokan kepada riwayat yang terkenal “ antum a’lamu bi
umuri dunyakum “.
Dari paparan
diatas dapat disimpulkan bahwa, Liberalisme Pendidikan Islam adalah memahami
nash-nash agama (Al-Qur’an & Sunnah) dengan menggunakan akal pikiran yang
bebas dan hanya menerima doktrin-doktrin agama yang sesuai dengan akal pikiran
semata.
D.
Liberalisasi
Pendidikan dan Dampaknya Terhadap Pendidikan Indonesia
1.
Liberalisme sebagai Ideologi
Sebelum
lebih jauh membahas tentang liberalisasi pendidikan, maka penting bagi kita
untuk memahami terlebih dahulu tentang istilah liberalisasi. Liberalisasi,
sebagai sebuah proses, berasal dari istilah liberalisme. Liberalisme, sebagai
sebuah filsafat dan ideologi, terdiri dari tiga nilai yang mendasar, yaitu
Kehidupan, Kebebasan, dan Hak Milik (Life, Liberty, dan Property).
Ketiga
nilai menghasilkan prinsip-prinsip sebagai berikut. Pertama, kesempatan yang
sama bagi setiap orang dalam segala bidang kehidupan, baik politik, sosial,
ekonomi, maupun kebudayaan. Kedua, dalam setiap kebijakannya, pemerintah harus
mendapat persetujuan dari yang diperintah. Pemerintah tidak boleh bertindak
menurut kehendaknya sendiri, tetapi harus bertindak menurut kehendak rakyat.
Ketiga, yang menjadi pemusatan kepentingan adalah individu. Keempat, negara
hanyalah alat, sebagai suatu mekanisme yang digunakan untuk tujuan-tujuan yang
lebih besar dibandingkan negara itu sendiri, dengan anggapan bahwa masyarakat
pada dasarnya dapat memenuhi dirinya sendiri, dan negara hanyalah sebagai
penengah ketika usaha yang secara mandiri dilakukan masyarakat telah mengalami
kegagalan.
Liberalisme
adalah sebuah ideologi yang mengagungkan kebebasan, di mana keberadaan individu
dan kebebasannya sangatlah diagungkan. Liberalisme menghasilkan paham demokrasi
(politik) dan kapitalisme (ekonomi). Salah satu tokoh utama yang mempengaruhi
paham liberalisme ini, khususnya di bidang ekonomi, adalah Adam Smith
(1723-1790). Pemikiran Adam Smith mengenai politik dan ekonomi sangat luas,
namun yang paling utama adalah pemikiran bahwa segala kekuatan ekonomi
seharusnya diatur oleh kekuatan pasar di mana kedudukan manusia sebagai
individulah yang diutamakan.
2. Liberalisme
dalam Sektor Pendidikan
Dalam
membicarakan persoalan liberalisasi pendidikan di Indonesia, penting bagi kita
untuk menelusuri faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya proses
liberalisasi pendidikan itu sendiri. Lahirnya liberalisasi pendidikan ini
berawal dari kesepakatan dalam WTO (World Trade Organization), sebuah
organisasi di bawah PBB, yang merupakan organisasi internasional yang mengawasi
banyak persetujuan yang mendefinisikan “aturan perdagangan” di antara
anggotanya. Organisasi ini didirikan pada 1 Januari 1995 untuk menggantikan
GATT, yang bertujuan untuk meniadakan hambatan perdagangan internasional
setelah Perang Dunia II. Prinsip dan persetujuan GATT diambil oleh WTO, yang
bertugas untuk mendaftar dan memperluasnya. WTO bermarkas di Jenewa, Swiss.
Pada Juli 2008 organisasi ini memiliki 153 negara anggota, termasuk Indonesia.
Privatisasi merupakan prinsip WTO yang memegang peranan sangat penting.
Privatisasi berada di top list dalam tujuan WTO. Privatisasi yang didukung oleh
WTO akan membuat peraturan-peraturan pemerintah sulit untuk mengaturnya. WTO
membuat sebuah peraturan secara global sehingga penerapan peraturan-peraturan
tersebut di setiap negara belum tentulah cocok. Namun, meskipun peraturan
tersebut dirasa tidak cocok bagi negara tersebut, negara itu harus tetap
mematuhinya; jika tidak, negara tersebut dapat terkena sanksi ekonomi oleh WTO.
Negara-negara
yang tidak menginginkan keputusan-keputusan yang dirasa tidak fair, tetap tidak
dapat memberikan suaranya, karena pencapaian suatu keputusan dalam WTO tidak
berdasarkan konsensus dari seluruh anggota. Merupakan rahasia umum bahwa empat
kubu besar dalam WTO (Amerika Serikat, Jepang, Kanada, dan Uni Eropa)-lah yang
memegang peranan untuk pengambilan keputusan. Pertemuan-pertemuan besar antara
seluruh anggota hanya dilakukan untuk mendengarkan pendapat-pendapat yang ada
tanpa menghasilkan keputusan. Pengambilan keputusan dilakukan di sebuah tempat
yang diberi nama “Green Room”. Green Room ini adalah tempat berkumpulnya
negara-negara yang biasa bertemu dalam Ministerial Conference (selama 2 tahun sekali),
negara-negara besar yang umumnya negara maju dan memiliki kepentingan pribadi
untuk memperbesar cakupan perdagangannya. Negara-negara berkembang tidak dapat
mengeluarkan suara untuk pengambilan keputusan. Dalam rangka menindaklanjuti
kesepakatan WTO inilah, yang salah satunya harus melakukan privatisasi di
bidang pendidikan, pemerintah mengeluarkan produk hukum yaitu UU Nomor 25 tahun
2007 tentang Penanaman Modal, di mana di dalam BAB VII BIDANG USAHA Pasal 12
ayat 1 disebutkan bahwa “Semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi
kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan
tertutup dan terbuka dengan persyaratan”. Sedangkan pada ayat 4 disebutkan
bahwa “Kriteria dan persyaratan bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka
dengan persyaratan serta daftar bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka
dengan persyaratan masing-masing akan diatur dengan Peraturan Presiden”.
Penjabaran UU ini dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah No.77 tahun 2007
tentang Bidang Usaha Tertutup dan Yang Terbuka dengan persyaratan terhadap
penanaman modal asing dan dalam negeri, di mana pendidikan termasuk di
dalamnya.
3. Dampak
Liberalisasi terhadap Pendidikan Indonesia
Konsekuensi
dari keputusan pemerintah tersebut adalah masuknya modal asing dalam
pengelolaan pendidikan Indonesia, mulai dari pendidikan dasar, menengah,
tinggi, dan non-formal. Dengan demikian nantinya akan ada sekolah-sekolah yang
dimiliki oleh asing, dan dikelola sesuai dengan tujuan diinvestasikannya modal
tersebut. Tentu karena tujuan investasi modal tersebut adalah untuk mendapatkan
laba, maka institusi pendidikan menjadi sebuah institusi bisnis yang proses
pengelolaannya akan berorientasi kepada laba. Bermunculannya sekolah-sekolah
yang dimiliki oleh asing akan mendorong persaingan yang tajam dengan
sekolah-sekolah swasta dalam negeri. Di satu sisi persaingan tersebut bersifat
positif, karena sekolah swasta Indonesia akan dipacu untuk meningkatkan
kualitas penyelenggaraan pendidikan secara lebih baik.
Namun di
sisi lain, persaingan tersebut akan membuat perubahan yang sangat signifikan
dalam orientasi pembangunan pendidikan di Indonesia. Sekolah-sekolah swasta
akan dipacu menjadi sebuah institusi bisnis yang harus mendatangkan laba,
supaya mampu meningkatkan kualitas pendidikannya melalui pengembangan berbagai
fasilitas pendidikan. Tujuannya agar dengan peningkatan fasilitas sekolah yang
semakin bagus, akan mampu bersaing dengan sekolah yang memiliki modal yang
kuat. Kondisi ini akan menciptakan persaingan yang membuat pendidikan menjadi
mahal dan makin tidak terjangkau oleh seluruh masyarakat. Hanya lapisan
masyarakat yang mampu dan kaya akan mendapatkan pendidikan yang berkualitas,
sedangkan masyarakat yang miskin semakin tidak memiliki akses terhadap
pendidikan yang berkualitas.
Pendidikan,
dengan demikian, akhirnya menjadi sebuah bisnis yang tidak lagi mengemban misi
sosial untuk perubahan kultur masyarakat, tetapi mengemban misi bisnis global.
Sehingga kepentingan pemilik modal akan menentukan dan mengarahkan bagaimana bentuk
dan tujuan pendidikan tersebut. Dan kepentingan pemilik modal selalu terkait
dengan laba. Liberalisasi pendidikan akan berpotensi menciptakan kesenjangan
yang luar biasa terhadap akses ke pendidikan, karena “korporasi” pendidikan
akan menciptakan suatu proses pendidikan yang akan berorientasi kepada pasar
semata. Sementara jutaan masyarakat lainnya tidak memiliki kesempatan untuk
mendapatkan pendidikan yang lebih baik.
4. Post-script:
Meneladani Konsep Pendidikan Ki Hajar
Pendidikan
menurut Ki Hajar Dewantara, bapak pendidikan nasional kita, harus dibedakan
dengan pengajaran, karena pengajaran hanyalah satu bagian dari pendidikan.
Secara umum, menurut beliau, pendidikan adalah “tuntunan dalam hidup tumbuhnya
anak-anak”. Artinya, pendidikan haruslah berorientasi pada pembangunan
intelektualitas dan juga karakter/kepribadian nasional. Jadi pendidikan tidak
hanya mengurusi pengajaran yang intelektualistis dan materialistis, tetapi juga
memperhatikan soal bagaimana membangun kesadaran anak didik terhadap jati diri
mereka sebagai anak bangsa Indonesia, sehingga mereka memiliki kesadaran
tentang kebudayaan Indonesia, peduli pada kondisi kehidupan rakyat, dan mau
berbuat secara konkret untuk membangun bangsa menuju kesejahteraan bersama.
Ki Hajar
dalam konsep pendidikannya sangat menekankan pentingnya pendidikan kebudayaan,
karena menurut beliau pendidikan adalah alat, dan alat itu harus ditempatkan
dan diperuntukkan sesuai dengan kedudukan dan fungsinya. Oleh karenanya, ketika
kita melaksanakan pendidikan kepada anak-anak kita, maka kita harus benar-benar
tahu dan sadar tentang fungsi pendidikan itu bagi bangsa Indonesia, tidak
sekedar meniru konsep pendidikan orang-orang di luar bangsa kita. Pendidikan
haruslah ditujukan ke arah keluhuran manusia, nusa dan bangsa, tidak memisahkan
diri dari kesatuan perikemanusiaan.
Oleh
karenanya, pemerintah perlu memikirkan secara mendalam dampak liberalisasi
pendidikan terhadap tujuan pendidikan nasional. Dalam pembukaan UUD 1945
disebutkan bahwa tujuan pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan seluruh
masyarakat Indonesia. Dengan demikian, tanggung jawab yang utama dari
pemerintah adalah menyediakan akses yang merata dan terjangkau oleh seluruh
lapisan masyarakat tanpa terkecuali, membuka kesempatan seluas-luasnya bagi
masyarakat untuk bisa mendapatkan fasilitas pendidikan yang memadai, serta
mengatur proses pendidikan melalui regulasi dan kebijakan yang mendukung tujuan
pembangunan Indonesia. Jika investasi asing ini membuat kemampuan negara dalam
memenuhi hak-hak masyarakat akan pendidikan menjadi semakin menurun, maka
pemerintah perlu meninjau ulang PP Nomor 77 tersebut. Karena bukan tidak
mungkin masuknya modal asing dalam pendidikan ini akan mengakibatkan
ketergantungan yang semakin besar dari pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan.
Sejak
dini, pemerintah harus memastikan regulasi yang dikeluarkan tersebut tidak
membuat sekolah-sekolah milik negeri sendiri kalah bersaing karena permodalan,
membuat lunturnya nilai-nilai kebangsaan karena kebijakan sekolah yang
berorientasi laba, serta dalam perkembangannya justru tidak mendukung misi dan
tujuan pendidikan nasional. Jika pemerintah ingin membendung liberalisasi
pendidikan dengan segala dampaknya tersebut, maka pemerintah harus membangun
kemampuan finansialnya dalam pendidikan nasional. Target minimum 20 % anggaran
pendidikan (di luar gaji guru) harus dipenuhi, untuk memastikan tersedianya
fasilitas dan infrastruktur yang memadai. Kelemahan dalam manajemen pendidikan
harus diperbaiki, serta korupsi dalam bidang pendidikan harus diperangi untuk
memastikan anggaran tepat sasaran. Kita harus mulai bergantung kepada kemampuan
diri sendiri dalam membangun pendidikan bangsa, termasuk kemampuan finansial
kita.
E.
Bentuk-bentuk
Liberalisasi Pendidikan Islam di Indonesia
Modus
Intervensi Barat dalam Liberalisasi Pendidikan Islam dalam upaya liberalisasi
pendidikan Islam, termasuk pondok pesantren di Indonesia, diantaranya adalah
sebagai berikut:
1.
Intervensi kurikulum pendidikan Islam dan
pondok pesantren.
Kurikulum sebagai panduan untuk membentuk
produk pemikiran dan perilaku pelajar/mahasiswa menjadi salah satu
sasaran intervensi. Kurikulum bidang akidah, konsep wahyu maupun syariah Islam
menjadi obyek liberalisasi yang tersistemkan. Liberalisasi akidah Islam
diarahkan pada penghancuran akidah Islam dan penancapan paham pluralisme agama
yang memandang semua agama adalah benar. Liberalisasi konsep wahyu ditujukan
untuk menggugat otentisitas (keaslian) al-Quran Mushaf Utsmani dan as-Sunnah.
Adapun liberalisasi syariah Islam diarahkan
pada penghancuran hukum-hukum Islam dan penghapusan keyakinan umat terhadap
syariah Islam sebagai problem solving bagi permasalahan kehidupan manusia.
Contoh kasus: “Kajian Orientalisme terhadap al-Quran dan Hadits” adalah mata
kuliah yang diajarkan di Program Studi Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin dan
Filsafat, di sebuah Perguruan Tinggi Agama Islam di Jakarta. Tujuan mata kuliah
ini adalah agar mahasiswa mampu memahami dan menerapkan kajian orientalis
terhadap al-Quran dan as-Sunnah.
Empat buku referensinya sangat kental dengan
ide-ide orientalis. Salah satunya adalah buku ‘Rethingking Islam’ karya
Mohammed Arkoun. Dalam buku ini, Arkoun mengajak umat Islam untuk
memikirkan kembali dan membongkar hal-hal yang sudah pasti dalam Islam.
Ia pun menyayangkan, mengapa kaum Muslim tidak mau mengikuti jejak kaum
Yahudi-Kristen dalam mengkritik kitab sucinya.
Terdapat juga mata kuliah “Hermeneutika dan
Semiotika” di Program Studi Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Tujuan
mata kuliah ini adalah agar mahasiswa mampu memahami dan menerapkan ilmu
Hermeneutika dan Semiotika terhadap kajian al-Quran dan as-Sunnah.
Implikasinya, mahasiswa dituntut untuk bersikap skeptis, selalu meragukan
kebenaran al-Quran dan as-Sunnah, termasuk meragukan kebenaran tafsir para
mufassirin terdahulu karena kebenaran dinilai relatif, sangat bergantung pada
konteks zaman dan tempat.
Dalam upaya intervensi kurikulum ini, The Asia
Foundation (TAF) tercatat sebagai pengucur dana untuk reformasi kurikulum
pendidikan kewarga-negaraan di empat universitas Islam yang membawahi 625
institusi dan kurang lebih 215.000 pelajar. Sejak tahun 2000, TAF bekerjasama
dengan beberapa Perguruan Tinggi Agama Islam di Indonesia mengubah kurikulum
untuk memperkuat reformasi demokrasi dan liberalisasi.
Di samping intervensi kurikulum pendidikan
Islam di Indonesia, Barat pun berupaya mengintervensi kurikulum pondok-pondok
pesantren dengan kucuran dana 157 juta dolar AS lewat Departemen Agama RI.
Menyikapi hal itu, KH Kholil Ridwan dari Badan Kerjasama Pondok Pesantren
Indonesia (BKSPPI) menyerukan kepada para kiai pesantren agar menolak pemberian
dana Amerika sebesar Rp 50 juta lewat Departemen Agama kalau disuruh mengubah
kurikulum pesantren model mereka.
2.
Bantuan pendidikan dan beasiswa kepada lembaga
pendidikan Islam dan pelajar/mahasiswa di Indonesia.
The Asia Foundation telah mendanai lebih dari
1000 pesantren untuk berpartisipasi dalam mempromosikan nilai-nilai
pluralisme, toleransi dan masyarakat sipil dalam komunitas sekolah Islam di
seluruh Indonesia. Tahun 2004, TAF memberikan pelatihan kepada lebih dari
564 dosen yang mengajarkan pelatihan tentang pendidikan kewarganegaraan
yang kental dengan ide liberalis-sekular untuk lebih dari 87.000 pelajar.
Fakta lain, AS dan Australia juga membantu USD 250 juta dengan dalih
mengembangkan pendidikan Indonesia. Padahal, menurut sumber diplomat Australia
yang dikutip The Australian (4/10/2003), sumbangan tersebut
dimaksudkan untuk mengeliminasi ‘madrasah-madrasah’ yang menghasilkan
para ’teroris’ dan ulama yang membenci Barat.
Di samping bantuan pendidikan, pemberian
beasiswa untuk melanjutkan kuliah ke negeri Barat sudah menjadi modus operandi
lama. Sejarah awal terjadi pada tahun 1950-an, saat sejumlah
mahasiswa Indonesia belajar di McGill’s Institute of Islamic Studies
(MIIS) yang didirikan oleh orientalis Cantwell W. Smith.
Di antara mahasiswa itu adalah Harun Nasution,
Rasyidi dan Mukti Ali. Pasca pulang dari belajar Islam gaya orientalis, Harun
Nasution menjadi penggerak proses liberalisasi di UIN Syarif Hidayatullah,
Jakarta. Sosok ini juga menjadi tokoh kunci terjadinya liberalisasi di seluruh
Indonesia. Bukunya, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, yang banyak berisi
liberalisme pemikiran Islam menjadi buku rujukan wajib seluruh IAIN di
Indonesia. Adapun Mukti Ali menggawangi Departemen Agama, ia banyak berperan
menciptakan iklim kondusif secara kebijakan untuk percepatan liberalisasi
Islam. Kerjasama beasiswa ini dilakukan dengan Australia, Jerman, Belanda dan
AS. Sosok kontroversial Nurcholish Madjid juga hasil dari cuci otak di Chichago
University.
Modus beasiswa ini bagaikan mafia agen
liberalisasi. Apabila dalam liberalisasi ekonomi ada “Mafia Berkeley”, dalam
liberalisasi pemikiran Islam kita kenal “Mafia McGill” dan “Mafia Chichago”.
3.
Pembentukan jaringan intelektual Muslim yang
menyuarakan liberalisasi pemikiran Islam.
Jaringan intelektual ini diwakili oleh Jaringan
Liberal yang berlabelkan Islam, bekerjasama dengan para intelektual, penulis dan
akademisi dalam dan luar negeri. Jaringan ini gencar menyuarakan kampanye
dan pengopinian reorientasi pendidikan Islam menuju pendidikan Islam yang
pluralis melalui berbagai media propaganda.
Khamami Zada di Jurnal Tashwirul Afkar edisi
II/2001 menuliskan:
Filosofi pendidikan Islam yang hanya membenarkan agamanya sendiri, tanpa mau menerima kebenaran agama lain, mesti mendapat kritik untuk selanjutnya dilakukan reorientasi. Konsep iman, kafir, muslim-non-muslim dan baik-benar (truth claim), yang sangat berpengaruh terhadap cara pandang Islam terhadap agama lain, mesti dibongkar, agar umat Islam tidak lagi menganggap agama lain sebagai agama yang salah dan tidak ada jalan keselamatan.
Filosofi pendidikan Islam yang hanya membenarkan agamanya sendiri, tanpa mau menerima kebenaran agama lain, mesti mendapat kritik untuk selanjutnya dilakukan reorientasi. Konsep iman, kafir, muslim-non-muslim dan baik-benar (truth claim), yang sangat berpengaruh terhadap cara pandang Islam terhadap agama lain, mesti dibongkar, agar umat Islam tidak lagi menganggap agama lain sebagai agama yang salah dan tidak ada jalan keselamatan.
F.
Tujuan
Liberalisasi Pendidikan Islam di Indonesia
Tujuan akhir
dari upaya Liberalisasi Pendidikan Islam dan pondok pesantren di
Indonesia adalah liberalisasi pemikiran Islam dan menciptakan Muslim
moderat yang pro Barat. Dari merekalah selanjutnya agenda liberalisasi
pemikiran Islam akan disebarluaskan di tengah-tengah masyarakat.
Sasaran
pembentukan Muslim moderat diprioritaskan dari kalangan intelektual Muslim dan
ulama. Alasannya, karena intelektual Muslim dinilai memiliki peran strategis,
baik dalam menentukan kebijakan pemerintah maupun peluang memimpin, sedangkan
ulama dinilai memiliki pengaruh di tengah-tengah masyarakat akar rumput, di
samping sebagai pelegitimasi hukum terhadap berbagai fakta baru yang
berkembang.
Maka dari itu
dapat dipahami mengapa Barat begitu getol mengontrol dan mengarahkan sistem
pendidikan Islam, karena untuk mencetak para intelektual Muslim dan ulama yang
pro Barat serta merusak aqidah islam dari dalam.
G.
Upaya
penanggulangan Liberalisasi Pendidikan Islam di Indonesia
Dalam kehidupan
modern sepintas lalu akan dirasa adanya kemajuan dan kenikmatan secara materi.
Namun dilain pihak merupakan pencemaran jiwa (mental pollution) yang merayapi
diri dan menjadi sumber kemiskinan jiwa. Sebagi seorang muslim, sebenarnya kita
tidak perlu kehilangan kendali hingga terpuruk terbawa arus liberal yang jelas
menyimpang dari syariat islam.
Seorang muslim
harus mempunyai keyakinan kuat bahwa mereka masih memiliki Allah SWT yang
selalu bersamanya. Maka keyakinan “inna alloha ma’ana” (sesungguhnya
Alloh bersama kita) sudah seharusnya tertanam dalam hati dan jiwa, agar kita
tidak merasa sendirian menghadapi persoalan hidup.
Solusi segala
masalah kehidupan, termasuk dunia pendidikan liberal adalah iman yang kuat.
Karena iman merupakan benteng yang kokoh dari segala masalah. Dengan iman yang
kuat, akan membuat jiwa tetap tenang, tidak gelisah sehingga masalah dapat
terlihat dari sudut pandang yang luas dan jernih juga merupakan solusi atas
segala permasalahan hidup.
Tidak ada cara
lain bagi umat Islam, selain waspada, adalah merapatkan barisan dan
menyusun strategi ke depan, menjalin ukhuwah islamiah, mempertebal keimanan,
memperkuat jam’iah, mendidik generasi penerus dengan aqidah islam agar
serangan-serangan semacam ini tidak menghancurkan harapan kebangkitan Islam dan
kaum Muslim. Pada hakekatnya tidak ada sesuatu yang bisa mengendalikan diri,
kecuali dengan iman yang kuat.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Arti
Liberalisasi adalah proses (usaha dsb) untuk menerapkan paham liberal dl
kehidupan (tata negara dan ekonomi); peliberalan: setelah pembangunan ekonomi,
baru akan diadakan ~ kembali;
Liberalisme
Pendidikan Islam adalah memahami nash-nash agama (Al-Qur’an & Sunnah)
dengan menggunakan akal pikiran yang bebas dan hanya menerima doktrin-doktrin
agama yang sesuai dengan akal pikiran semata.
Diantara Modus
Intervensi Barat, yaitu: Intervensi kurikulum pendidikan Islam dan pondok
pesantren, Bantuan pendidikan dan beasiswa kepada lembaga pendidikan Islam dan
pelajar/mahasiswa di Indonesia, Pembentukan jaringan intelektual Muslim yang
menyuarakan liberalisasi pemikiran Islam.
Liberalisasi
pendidikan islam di Indonesia bertujuan untuk mencetak para intelektual Muslim
dan ulama yang pro Barat serta merusak aqidah islam dari dalam.
Upaya
penanggulangan liberalisasi pendidikan islam di Indonesia adalah dengan
merapatkan barisan dan menyusun strategi ke depan, menjalin ukhuwah islamiah,
mempertebal keimanan, memperkuat jam’iah, mendidik generasi penerus dengan
aqidah islam.
B.
Saran
Diharapkan
kepada pembaca dapat memahami secara mendalam tentang hal-hal yang berkaitan
dengan kajian tentang tentang pengertian liberalisasi pendidikan islam,
bentuk-bentuk liberalisasi pendidikan islam di Indonesia, tujuan liberalisasi
pendidikan islam di Indonesia dan upaya penanggulangan liberalisasi pendidikan
islam di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Ahlus Sunnah
Wal Jama’ah, Syabab. Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, (Jakarta: Syahamah
Press, 2012).
Dedi Wahyudi,
liberalisasi pendidikan islam di indonesia, (Online), (http://khalidwahyudin.wordpress.com),diakses 13
Maret 2011.
Ramli, M.
Idris. Pengantar Sejarah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
Assegaf, Abd. Rachman. 2003.
Internasionalisasi Pendidikan: Sketsa Perbandingan Pendidikan di Negara-negara
Islam dan Barat. Yogyakarta: Gama Media.
Dewantara, Ki Hajar. 2009. Menuju Manusia Merdeka. Yogyakarta: Leutika.
Majalah BASIS Edisi Juli-Agustus 2009.
Dewantara, Ki Hajar. 2009. Menuju Manusia Merdeka. Yogyakarta: Leutika.
Majalah BASIS Edisi Juli-Agustus 2009.
UU Nomor 25 tahun 2007 PP Nomor 77
tahun 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar