Senin, 27 Januari 2014

ANALISIS PENDIDIKAN ISLAM



MENGAPA KITA PEDULI DENGAN LIBERALISASI PENDIDIKAN ?
OLEH
Ahmad arifin                               NPM : 12010093


STIT PRINGSEWU.JPG


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH
(STIT) PRINGSEWU
TAHUN 2013


Alamat : Jln. Raya Wonokriyo Gadingrejo Pringsewu 35372 Telp. (0729) 333091 webside: www.stitpringsewu.ac.id


KATA PENGANTAR
بِسْمِ للهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Puji dan syukur dengan hati yang tulus dan pikiran yang jernih ke hadirat Allah SWT. Karena dengan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, kami dapat menyusun makalah ini sehinga dapat hadir di hadapan pembaca sekalian.

Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhamad SAW. Beserta keluarga dan para Sahabatnya sekalian, yang dengan penuh kesetiaan dan telah mengorbankan jiwa raga maupun hartanya demi tegaknya syiar Islam yang pengaruh dan manfaatnya masih dapat kita rasakan pada saat sekarang ini.

Makalah ini membahas tentang “ANALISIS KEBIJAKAN KEPENDIDIKAN (Mengapa Kita Peduli Dengan Liberalisasi Pendidikan)”. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan dapat menambah wawasan bagi yang membacanya, terutama bagi Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Pringsewu Lampung.

Kepada para pembaca yang membahasa makalah ini kami sampaikan terima kasih. Saran dan keritik dari para pembaca sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan demi bertambahnya wawasan kami sebagai Mahasiswa.

Akhinya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua . Amin ya Rabbal aalamiin.






Pringsewu,…Maret 2013





DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL..................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR.................................................................................................. iii
DAFTAR ISI.................................................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang............................................................................................ 1
B.     Tujuan......................................................................................................... 1
C.     Rumusan Masalah....................................................................................... 2         
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian liberalism (Liberalisasi)................................................................ 3
B.     Tujuan Liberalisme(liberalisasi)...................................................................... 3
C.     Ciri-Ciri Liberalisme Pendidikan................................................................... 4
D.    Liberalisasi Pendidikan dan Dampaknya Terhadap Pendidikan Indonesia... 5
E.     Bentuk-bentuk Liberalisasi Pendidikan Islam di Indonesia.......................... 11
F.      Tujuan Liberalisasi Pendidikan Islam di Indonesia....................................... 14
G.    Upaya penanggulangan Liberalisasi Pendidikan Islam di Indonesia............. 14

BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan................................................................................................. 16
B.     Saran........................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 17




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Fenomena merebaknya pemikiran sekularis, pluralis dan liberalis (sipilis) di  sejumlah lembaga pendidikan agama Islam bukanlah hal baru. Sejak awal berdirinya, berbagai aliran pemikiran dan paham ideologi tumbuh subur didalamnya. Bahkan pemikiran ini telah mengilhami berbagai perbuatan nyleneh, mulai dari kasus penyebutan asma Allah dengan, “Allahirrajîm (Allah terkutuk) dan setan dengan, “syaithân subhânnahu wa ta‘âla (setan mahasuci dan maha tinggi)”, kasus penginjakan lafal Allah, kasus penghinaan terhadap Islam, Al-Quran dan Rasulullah saw., kasus tuntutan  penglepasan kewajiban berjilbab, kasus aborsi, kasus perbuatan mesum dan zina sampai kasus pemakaian obat-obatan terlarang.

Berbagai kasus pemikiran dan perilaku nyleneh yang terjadi ternyata tidak terlepas dari upaya westernisasi (pem-Barat-an) negeri-negeri Islam yang dipromotori oleh Amerika, Inggris dan sekutunya. Melalui badan dunia PBB dan yayasan-yayasan  internasional, Barat beserta para kapitalis melancarkan serangannya dengan menyusun program dan strategi liberalisasi pendidikan ke negara target maupun langsung ke lembaga pendidikan, termasuk lembaga pendidikan Islam.

Konspirasi liberalisasi pendidikan ini merupakan kelanjutan dari upaya Barat menghapuskan peradaban Islam dan mencegah tegaknya kembali syariah dan Khilafah. Selanjutnya Barat berharap akan tetap mampu menancapkan hegemoninya di dunia, termasuk di negeri-negeri Islam. Suatu hal yang sangat mendasar adalah mengkaji dan memahami apa yang terjadi dalam pemikiran sekularis, pluralis dan liberalis (sipilis) di  sejumlah lembaga pendidikan agama Islam. Dalam makalah ini akan membahas tentang Liberalisasi Pendidikan Islam di Indonesia.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa Pengertian Liberalisasi Pendidikan Islam?
2.      Apa bentuk-bentuk Liberalisasi Pendidikan Islam di Indonesia?
3.      Apa tujuan Liberalisasi Pendidikan Islam di Indonesia?
4.      Bagaiman upaya penanggulangan Liberalisasi Pendidikan Islam di Indonesia?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui Pengertian Liberalisasi Pendidikan Islam.
2.      Untuk mengetahui bentuk-bentuk Liberalisasi Pendidikan Islam di Indonesia.
3.      Untuk mengetahui tujuan Liberalisasi Pendidikan Islam di Indonesia.
4.      Untuk mengetahui upaya penanggulangan Liberalisasi Pendidikan Islam di Indonesia.


















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian liberalisme (Liberalisasi)
Liberalisme adalah salah satu ideologi dunia barat yang berkembang sejak masa reformasi.Secara harfiah liberal berarti bebas dari batasan. Arti Liberalisasi adalah proses (usaha dsb) untuk menerapkan paham liberal dl kehidupan (tata negara dan ekonomi); peliberalan: setelah pembangunan ekonomi, baru akan diadakan ~ kembali;
                      
me·li·be·ra·li·sa·si v menerapkan paham liberal dl kehidupan (tata negara dan ekonomi): konsekuensi rincian dr komitmen untuk ~ perdagangan dan investasi dirumuskan oleh pertemuan tingkat menteri.

Liberalisme atau Liberal adalah sebuah ideologi , pandangan filsafat , dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai politik yang utama. Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama

B.     Tujuan Liberalisme(liberalisasi)
Secara umum tujuan liberalisme pendidikan adalah mengangkat perilaku individu yang efektif.sedangkan tujuan liberalisme pendidikan bagi sekolah adalah menyediakan informasi dan keterampilan yang diperlukan oleh siwa supaya bisa belajar sendiri secara efektif.Selain itu, siswa juga diajarkan tentang bagaimana cara menyelesaikan masalah praktis melalui penerapan tatacara-tatacara pemecahan masalah secara perseorangan maupun kelompok dengan berdasarkan metode ilmiah yang rasional.
                                                                    


     
C.    Ciri-Ciri Liberalisme Pendidikan.
Secara umum, liberalisme pendidikan mempunyai ciri-ciri seperti berikut ini:
a)      Pengetahuan adalah alat yang diperlukan untuk memecahkan masalah praktis.
b)      Individu adalah pribadi yang unik yang menemukan kepuasan terbesar dalam mengungkapkan dirinya menanggapi kondisi-kondisi yang berubah.
c)      Pemikiran efektif(kecerdasan praktis), yaitu kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalan individu secara efektif.
d)     Pendidikan adalah pengembangan keefektifan individu.
e)      Berpusat pada tatacara-tatacara pemecahan masalah secara individu kelompok, menekankan situasi dan masa depan yang berhubungan dengan kebutuhan dan persoalan-persoalaan individu sekarang.
f)       Perubahan budaya secara tidak langsung berhubungan dengan cara megembangkan kemampuan individu.
g)      Berlandaskan pada tatacara pembuktian yang ilmiah dan rasional.
h)      Bebas mengejar kepentingannya sendiri sebagaimana semua itu muncul dalam keadaan yang berubah-ubah.

Anak sebagai pelajar umumnya:
a)      Cenderung untuk menjadi lebih baik terutama dalam bertindak secara efektif yang berdasarkan pada konsekuensi alamiah dari perilakunya sendiri.
b)      Mementingkan perbedaan antar individu daripada persamaannya.
c)      Menanggapi kondisi individu dan sosial yang selalu berubah.
d)     Percaya pada kesetaraan fundamental antar individu dalam memecahkan masalah, baik bersifat individu maupun sosial

Liberalisme adalah suatu isme atau paham yang mengedepankan akal daripada wahyu ilahi. Libelarisme merupakan masalah kebebasan berpikir yang sebenarnya merupakan isu klasik dalam sejarah pemikiran islam. Akal adalah sebuah anugrah dari Allah SWT yang mana akal ini sebagai pembeda antara manusia dan hewan, begitupun Allah memerintahkan kepada manusia untuk berpikir menggunakan akal tentang semua penciptaan yang ia ciptakan.

Banyak dari ulama-ulama terdahulu membuktikan bahwa memang benar akal/logika itu bisa menjadikan islam jaya pada beberapa abad lamanya, banyak sekali ilmuan-ilmuan muslim yang menemukan sebuah penemuan baru dengan kehebatan akalnya.

Namun yang menjadi permasalah sekarang adalah akal dijadikan satu-satunya dalil untuk bertindak dan bertingkah laku. Wahyu ilahi dinomerduakan, padahal akal dan wahyu harus berjalan beriringan. Namun pada kenyataannya, sebagian cendekiawan malah memisahkan antara wilayah iman/wahyu dan wilayah pemikiran/logika.

Menurut paham liberalisme, iman dan akidah adalah masalah individu yang memiliki otonomi. Pengembalian iman dan akidah kepada individu menciptakan kebebasan beragama. Sedangkan logika atau rasio adalah wilayah publik dimana seseorang bebas berpendapat, mereka berpatokan kepada riwayat yang terkenal “ antum a’lamu bi umuri dunyakum “.

Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa, Liberalisme Pendidikan Islam adalah memahami nash-nash agama (Al-Qur’an & Sunnah) dengan menggunakan akal pikiran yang bebas dan hanya menerima doktrin-doktrin agama yang sesuai dengan akal pikiran semata.
D.    Liberalisasi Pendidikan dan Dampaknya Terhadap Pendidikan Indonesia
1.      Liberalisme sebagai Ideologi
Sebelum lebih jauh membahas tentang liberalisasi pendidikan, maka penting bagi kita untuk memahami terlebih dahulu tentang istilah liberalisasi. Liberalisasi, sebagai sebuah proses, berasal dari istilah liberalisme. Liberalisme, sebagai sebuah filsafat dan ideologi, terdiri dari tiga nilai yang mendasar, yaitu Kehidupan, Kebebasan, dan Hak Milik (Life, Liberty, dan Property).
Ketiga nilai menghasilkan prinsip-prinsip sebagai berikut. Pertama, kesempatan yang sama bagi setiap orang dalam segala bidang kehidupan, baik politik, sosial, ekonomi, maupun kebudayaan. Kedua, dalam setiap kebijakannya, pemerintah harus mendapat persetujuan dari yang diperintah. Pemerintah tidak boleh bertindak menurut kehendaknya sendiri, tetapi harus bertindak menurut kehendak rakyat. Ketiga, yang menjadi pemusatan kepentingan adalah individu. Keempat, negara hanyalah alat, sebagai suatu mekanisme yang digunakan untuk tujuan-tujuan yang lebih besar dibandingkan negara itu sendiri, dengan anggapan bahwa masyarakat pada dasarnya dapat memenuhi dirinya sendiri, dan negara hanyalah sebagai penengah ketika usaha yang secara mandiri dilakukan masyarakat telah mengalami kegagalan.
Liberalisme adalah sebuah ideologi yang mengagungkan kebebasan, di mana keberadaan individu dan kebebasannya sangatlah diagungkan. Liberalisme menghasilkan paham demokrasi (politik) dan kapitalisme (ekonomi). Salah satu tokoh utama yang mempengaruhi paham liberalisme ini, khususnya di bidang ekonomi, adalah Adam Smith (1723-1790). Pemikiran Adam Smith mengenai politik dan ekonomi sangat luas, namun yang paling utama adalah pemikiran bahwa segala kekuatan ekonomi seharusnya diatur oleh kekuatan pasar di mana kedudukan manusia sebagai individulah yang diutamakan.
2.      Liberalisme dalam Sektor Pendidikan
Dalam membicarakan persoalan liberalisasi pendidikan di Indonesia, penting bagi kita untuk menelusuri faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya proses liberalisasi pendidikan itu sendiri. Lahirnya liberalisasi pendidikan ini berawal dari kesepakatan dalam WTO (World Trade Organization), sebuah organisasi di bawah PBB, yang merupakan organisasi internasional yang mengawasi banyak persetujuan yang mendefinisikan “aturan perdagangan” di antara anggotanya. Organisasi ini didirikan pada 1 Januari 1995 untuk menggantikan GATT, yang bertujuan untuk meniadakan hambatan perdagangan internasional setelah Perang Dunia II. Prinsip dan persetujuan GATT diambil oleh WTO, yang bertugas untuk mendaftar dan memperluasnya. WTO bermarkas di Jenewa, Swiss. Pada Juli 2008 organisasi ini memiliki 153 negara anggota, termasuk Indonesia. Privatisasi merupakan prinsip WTO yang memegang peranan sangat penting. Privatisasi berada di top list dalam tujuan WTO. Privatisasi yang didukung oleh WTO akan membuat peraturan-peraturan pemerintah sulit untuk mengaturnya. WTO membuat sebuah peraturan secara global sehingga penerapan peraturan-peraturan tersebut di setiap negara belum tentulah cocok. Namun, meskipun peraturan tersebut dirasa tidak cocok bagi negara tersebut, negara itu harus tetap mematuhinya; jika tidak, negara tersebut dapat terkena sanksi ekonomi oleh WTO.
Negara-negara yang tidak menginginkan keputusan-keputusan yang dirasa tidak fair, tetap tidak dapat memberikan suaranya, karena pencapaian suatu keputusan dalam WTO tidak berdasarkan konsensus dari seluruh anggota. Merupakan rahasia umum bahwa empat kubu besar dalam WTO (Amerika Serikat, Jepang, Kanada, dan Uni Eropa)-lah yang memegang peranan untuk pengambilan keputusan. Pertemuan-pertemuan besar antara seluruh anggota hanya dilakukan untuk mendengarkan pendapat-pendapat yang ada tanpa menghasilkan keputusan. Pengambilan keputusan dilakukan di sebuah tempat yang diberi nama “Green Room”. Green Room ini adalah tempat berkumpulnya negara-negara yang biasa bertemu dalam Ministerial Conference (selama 2 tahun sekali), negara-negara besar yang umumnya negara maju dan memiliki kepentingan pribadi untuk memperbesar cakupan perdagangannya. Negara-negara berkembang tidak dapat mengeluarkan suara untuk pengambilan keputusan. Dalam rangka menindaklanjuti kesepakatan WTO inilah, yang salah satunya harus melakukan privatisasi di bidang pendidikan, pemerintah mengeluarkan produk hukum yaitu UU Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, di mana di dalam BAB VII BIDANG USAHA Pasal 12 ayat 1 disebutkan bahwa “Semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan”. Sedangkan pada ayat 4 disebutkan bahwa “Kriteria dan persyaratan bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan serta daftar bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan masing-masing akan diatur dengan Peraturan Presiden”. Penjabaran UU ini dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah No.77 tahun 2007 tentang Bidang Usaha Tertutup dan Yang Terbuka dengan persyaratan terhadap penanaman modal asing dan dalam negeri, di mana pendidikan termasuk di dalamnya.
3.      Dampak Liberalisasi terhadap Pendidikan Indonesia
Konsekuensi dari keputusan pemerintah tersebut adalah masuknya modal asing dalam pengelolaan pendidikan Indonesia, mulai dari pendidikan dasar, menengah, tinggi, dan non-formal. Dengan demikian nantinya akan ada sekolah-sekolah yang dimiliki oleh asing, dan dikelola sesuai dengan tujuan diinvestasikannya modal tersebut. Tentu karena tujuan investasi modal tersebut adalah untuk mendapatkan laba, maka institusi pendidikan menjadi sebuah institusi bisnis yang proses pengelolaannya akan berorientasi kepada laba. Bermunculannya sekolah-sekolah yang dimiliki oleh asing akan mendorong persaingan yang tajam dengan sekolah-sekolah swasta dalam negeri. Di satu sisi persaingan tersebut bersifat positif, karena sekolah swasta Indonesia akan dipacu untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan secara lebih baik.
Namun di sisi lain, persaingan tersebut akan membuat perubahan yang sangat signifikan dalam orientasi pembangunan pendidikan di Indonesia. Sekolah-sekolah swasta akan dipacu menjadi sebuah institusi bisnis yang harus mendatangkan laba, supaya mampu meningkatkan kualitas pendidikannya melalui pengembangan berbagai fasilitas pendidikan. Tujuannya agar dengan peningkatan fasilitas sekolah yang semakin bagus, akan mampu bersaing dengan sekolah yang memiliki modal yang kuat. Kondisi ini akan menciptakan persaingan yang membuat pendidikan menjadi mahal dan makin tidak terjangkau oleh seluruh masyarakat. Hanya lapisan masyarakat yang mampu dan kaya akan mendapatkan pendidikan yang berkualitas, sedangkan masyarakat yang miskin semakin tidak memiliki akses terhadap pendidikan yang berkualitas.
Pendidikan, dengan demikian, akhirnya menjadi sebuah bisnis yang tidak lagi mengemban misi sosial untuk perubahan kultur masyarakat, tetapi mengemban misi bisnis global. Sehingga kepentingan pemilik modal akan menentukan dan mengarahkan bagaimana bentuk dan tujuan pendidikan tersebut. Dan kepentingan pemilik modal selalu terkait dengan laba. Liberalisasi pendidikan akan berpotensi menciptakan kesenjangan yang luar biasa terhadap akses ke pendidikan, karena “korporasi” pendidikan akan menciptakan suatu proses pendidikan yang akan berorientasi kepada pasar semata. Sementara jutaan masyarakat lainnya tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik.
4.      Post-script: Meneladani Konsep Pendidikan Ki Hajar
Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara, bapak pendidikan nasional kita, harus dibedakan dengan pengajaran, karena pengajaran hanyalah satu bagian dari pendidikan. Secara umum, menurut beliau, pendidikan adalah “tuntunan dalam hidup tumbuhnya anak-anak”. Artinya, pendidikan haruslah berorientasi pada pembangunan intelektualitas dan juga karakter/kepribadian nasional. Jadi pendidikan tidak hanya mengurusi pengajaran yang intelektualistis dan materialistis, tetapi juga memperhatikan soal bagaimana membangun kesadaran anak didik terhadap jati diri mereka sebagai anak bangsa Indonesia, sehingga mereka memiliki kesadaran tentang kebudayaan Indonesia, peduli pada kondisi kehidupan rakyat, dan mau berbuat secara konkret untuk membangun bangsa menuju kesejahteraan bersama.
Ki Hajar dalam konsep pendidikannya sangat menekankan pentingnya pendidikan kebudayaan, karena menurut beliau pendidikan adalah alat, dan alat itu harus ditempatkan dan diperuntukkan sesuai dengan kedudukan dan fungsinya. Oleh karenanya, ketika kita melaksanakan pendidikan kepada anak-anak kita, maka kita harus benar-benar tahu dan sadar tentang fungsi pendidikan itu bagi bangsa Indonesia, tidak sekedar meniru konsep pendidikan orang-orang di luar bangsa kita. Pendidikan haruslah ditujukan ke arah keluhuran manusia, nusa dan bangsa, tidak memisahkan diri dari kesatuan perikemanusiaan.
Oleh karenanya, pemerintah perlu memikirkan secara mendalam dampak liberalisasi pendidikan terhadap tujuan pendidikan nasional. Dalam pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa tujuan pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan seluruh masyarakat Indonesia. Dengan demikian, tanggung jawab yang utama dari pemerintah adalah menyediakan akses yang merata dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali, membuka kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat untuk bisa mendapatkan fasilitas pendidikan yang memadai, serta mengatur proses pendidikan melalui regulasi dan kebijakan yang mendukung tujuan pembangunan Indonesia. Jika investasi asing ini membuat kemampuan negara dalam memenuhi hak-hak masyarakat akan pendidikan menjadi semakin menurun, maka pemerintah perlu meninjau ulang PP Nomor 77 tersebut. Karena bukan tidak mungkin masuknya modal asing dalam pendidikan ini akan mengakibatkan ketergantungan yang semakin besar dari pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan.
Sejak dini, pemerintah harus memastikan regulasi yang dikeluarkan tersebut tidak membuat sekolah-sekolah milik negeri sendiri kalah bersaing karena permodalan, membuat lunturnya nilai-nilai kebangsaan karena kebijakan sekolah yang berorientasi laba, serta dalam perkembangannya justru tidak mendukung misi dan tujuan pendidikan nasional. Jika pemerintah ingin membendung liberalisasi pendidikan dengan segala dampaknya tersebut, maka pemerintah harus membangun kemampuan finansialnya dalam pendidikan nasional. Target minimum 20 % anggaran pendidikan (di luar gaji guru) harus dipenuhi, untuk memastikan tersedianya fasilitas dan infrastruktur yang memadai. Kelemahan dalam manajemen pendidikan harus diperbaiki, serta korupsi dalam bidang pendidikan harus diperangi untuk memastikan anggaran tepat sasaran. Kita harus mulai bergantung kepada kemampuan diri sendiri dalam membangun pendidikan bangsa, termasuk kemampuan finansial kita.


E.     Bentuk-bentuk Liberalisasi Pendidikan Islam di Indonesia
Modus Intervensi Barat dalam Liberalisasi Pendidikan Islam dalam upaya liberalisasi pendidikan Islam, termasuk pondok pesantren di Indonesia, diantaranya adalah sebagai berikut: 
1.      Intervensi kurikulum pendidikan Islam dan pondok pesantren.
Kurikulum sebagai panduan untuk membentuk produk pemikiran dan perilaku  pelajar/mahasiswa menjadi salah satu sasaran intervensi. Kurikulum bidang akidah, konsep wahyu maupun syariah Islam menjadi obyek liberalisasi yang tersistemkan. Liberalisasi akidah Islam diarahkan pada penghancuran akidah Islam dan penancapan paham pluralisme agama yang memandang semua agama adalah benar. Liberalisasi konsep wahyu ditujukan untuk menggugat otentisitas (keaslian) al-Quran Mushaf Utsmani dan as-Sunnah.

Adapun liberalisasi syariah Islam diarahkan pada penghancuran hukum-hukum Islam dan penghapusan keyakinan umat terhadap syariah Islam sebagai problem solving bagi permasalahan kehidupan manusia. Contoh kasus: “Kajian Orientalisme terhadap al-Quran dan Hadits” adalah mata kuliah yang diajarkan di Program Studi Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, di sebuah Perguruan Tinggi Agama Islam di Jakarta. Tujuan mata kuliah ini adalah agar mahasiswa mampu memahami dan menerapkan kajian orientalis terhadap al-Quran dan as-Sunnah.

Empat buku referensinya sangat kental dengan ide-ide orientalis. Salah satunya  adalah buku ‘Rethingking Islam’ karya Mohammed Arkoun. Dalam  buku ini, Arkoun mengajak umat Islam untuk memikirkan kembali dan  membongkar hal-hal yang sudah pasti dalam Islam. Ia pun menyayangkan, mengapa kaum Muslim tidak mau mengikuti jejak kaum Yahudi-Kristen dalam mengkritik kitab sucinya.

Terdapat juga mata kuliah “Hermeneutika dan Semiotika” di Program Studi Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Tujuan mata kuliah ini adalah agar mahasiswa mampu memahami dan menerapkan ilmu Hermeneutika dan Semiotika terhadap kajian al-Quran dan as-Sunnah. Implikasinya, mahasiswa dituntut untuk bersikap skeptis, selalu meragukan kebenaran al-Quran dan as-Sunnah, termasuk meragukan kebenaran tafsir para mufassirin terdahulu karena kebenaran dinilai relatif, sangat bergantung pada konteks zaman dan tempat.

Dalam upaya intervensi kurikulum ini, The Asia Foundation (TAF) tercatat sebagai pengucur dana untuk reformasi kurikulum pendidikan kewarga-negaraan di empat universitas Islam yang membawahi 625 institusi dan kurang lebih 215.000 pelajar. Sejak tahun 2000, TAF bekerjasama dengan beberapa Perguruan Tinggi Agama Islam di Indonesia mengubah kurikulum untuk memperkuat reformasi demokrasi dan liberalisasi.

Di samping intervensi kurikulum pendidikan Islam di Indonesia, Barat pun berupaya mengintervensi kurikulum pondok-pondok pesantren dengan kucuran dana 157 juta dolar AS lewat Departemen Agama RI. Menyikapi hal itu, KH Kholil Ridwan dari Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia (BKSPPI) menyerukan kepada para kiai pesantren agar menolak pemberian dana Amerika sebesar Rp 50 juta lewat Departemen Agama kalau disuruh mengubah kurikulum pesantren model mereka.

2.      Bantuan pendidikan dan beasiswa kepada lembaga pendidikan Islam dan pelajar/mahasiswa di Indonesia.
The Asia Foundation telah mendanai lebih dari 1000 pesantren untuk berpartisipasi dalam  mempromosikan nilai-nilai pluralisme, toleransi dan masyarakat sipil dalam komunitas sekolah Islam di seluruh Indonesia. Tahun 2004, TAF  memberikan pelatihan kepada lebih dari 564 dosen yang mengajarkan  pelatihan tentang pendidikan kewarganegaraan yang kental dengan ide  liberalis-sekular untuk lebih dari 87.000 pelajar. Fakta lain, AS dan Australia juga membantu USD 250 juta dengan dalih mengembangkan pendidikan Indonesia. Padahal, menurut sumber diplomat Australia yang  dikutip The Australian (4/10/2003), sumbangan tersebut  dimaksudkan untuk mengeliminasi ‘madrasah-madrasah’ yang menghasilkan  para ’teroris’ dan ulama yang membenci Barat.

Di samping bantuan pendidikan, pemberian beasiswa untuk melanjutkan kuliah ke negeri Barat sudah menjadi modus operandi lama.  Sejarah awal terjadi  pada tahun 1950-an, saat sejumlah mahasiswa Indonesia belajar di  McGill’s Institute of Islamic Studies (MIIS) yang didirikan oleh orientalis Cantwell W. Smith.

Di antara mahasiswa itu adalah Harun Nasution, Rasyidi dan Mukti Ali. Pasca pulang dari belajar Islam gaya orientalis, Harun Nasution menjadi penggerak proses liberalisasi di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Sosok ini juga menjadi tokoh kunci terjadinya liberalisasi di seluruh Indonesia. Bukunya, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, yang banyak berisi liberalisme pemikiran Islam menjadi buku rujukan wajib seluruh IAIN di Indonesia. Adapun Mukti Ali menggawangi Departemen Agama, ia banyak berperan menciptakan iklim kondusif secara kebijakan untuk percepatan liberalisasi Islam. Kerjasama beasiswa ini dilakukan dengan Australia, Jerman, Belanda dan AS. Sosok kontroversial Nurcholish Madjid juga hasil dari cuci otak di Chichago University.

Modus beasiswa ini bagaikan mafia agen liberalisasi. Apabila dalam liberalisasi ekonomi ada “Mafia Berkeley”, dalam liberalisasi pemikiran Islam kita kenal “Mafia McGill” dan “Mafia Chichago”.

3.      Pembentukan jaringan intelektual Muslim yang menyuarakan liberalisasi pemikiran Islam.
Jaringan intelektual ini diwakili oleh Jaringan Liberal yang berlabelkan Islam, bekerjasama dengan para intelektual, penulis dan akademisi dalam dan luar negeri.  Jaringan ini gencar menyuarakan kampanye dan pengopinian reorientasi pendidikan Islam menuju pendidikan Islam yang pluralis melalui berbagai media propaganda.
Khamami Zada di Jurnal Tashwirul Afkar edisi II/2001 menuliskan:
Filosofi  pendidikan Islam yang hanya membenarkan agamanya sendiri, tanpa mau  menerima kebenaran agama lain, mesti mendapat kritik untuk selanjutnya  dilakukan reorientasi.  Konsep iman, kafir, muslim-non-muslim dan baik-benar (truth claim),  yang sangat berpengaruh terhadap cara pandang Islam terhadap agama  lain, mesti dibongkar, agar umat Islam tidak lagi menganggap agama lain  sebagai agama yang salah dan tidak ada jalan keselamatan.

F.     Tujuan Liberalisasi Pendidikan Islam di Indonesia
Tujuan akhir dari upaya Liberalisasi Pendidikan Islam dan pondok pesantren di  Indonesia adalah liberalisasi pemikiran Islam dan menciptakan Muslim  moderat yang pro Barat. Dari merekalah selanjutnya agenda liberalisasi pemikiran Islam akan disebarluaskan di tengah-tengah masyarakat.

Sasaran pembentukan Muslim moderat diprioritaskan dari kalangan intelektual Muslim dan ulama. Alasannya, karena intelektual Muslim dinilai memiliki peran strategis, baik dalam menentukan kebijakan pemerintah maupun peluang memimpin, sedangkan ulama dinilai memiliki pengaruh di tengah-tengah masyarakat akar rumput, di samping sebagai pelegitimasi hukum terhadap berbagai fakta baru yang berkembang.

Maka dari itu dapat dipahami mengapa Barat begitu getol mengontrol dan mengarahkan sistem pendidikan Islam, karena untuk mencetak para intelektual Muslim dan ulama yang pro Barat serta merusak aqidah islam dari dalam.

G.    Upaya penanggulangan Liberalisasi Pendidikan Islam di Indonesia
Dalam kehidupan modern sepintas lalu akan dirasa adanya kemajuan dan kenikmatan secara materi. Namun dilain pihak merupakan pencemaran jiwa (mental pollution) yang merayapi diri dan menjadi sumber kemiskinan jiwa. Sebagi seorang muslim, sebenarnya kita tidak perlu kehilangan kendali hingga terpuruk terbawa arus liberal yang jelas menyimpang dari syariat islam.
Seorang muslim harus mempunyai keyakinan kuat bahwa mereka masih memiliki Allah SWT yang selalu bersamanya. Maka keyakinan “inna alloha ma’ana” (sesungguhnya Alloh bersama kita) sudah seharusnya tertanam dalam hati dan jiwa, agar kita tidak merasa sendirian menghadapi persoalan hidup.

Solusi segala masalah kehidupan, termasuk dunia pendidikan liberal adalah iman yang kuat. Karena iman merupakan benteng yang kokoh dari segala masalah. Dengan iman yang kuat, akan membuat jiwa tetap tenang, tidak gelisah sehingga masalah dapat terlihat dari sudut pandang yang luas dan jernih juga merupakan solusi atas segala permasalahan hidup.

Tidak ada cara lain bagi umat Islam, selain  waspada, adalah merapatkan barisan dan menyusun strategi ke depan, menjalin ukhuwah islamiah, mempertebal keimanan, memperkuat jam’iah, mendidik generasi penerus dengan aqidah islam agar serangan-serangan semacam ini tidak menghancurkan harapan kebangkitan Islam dan kaum Muslim. Pada hakekatnya tidak ada sesuatu yang bisa mengendalikan diri, kecuali dengan iman yang kuat.



PENUTUP
A.    Kesimpulan
Arti Liberalisasi adalah proses (usaha dsb) untuk menerapkan paham liberal dl kehidupan (tata negara dan ekonomi); peliberalan: setelah pembangunan ekonomi, baru akan diadakan ~ kembali;
Liberalisme Pendidikan Islam adalah memahami nash-nash agama (Al-Qur’an & Sunnah) dengan menggunakan akal pikiran yang bebas dan hanya menerima doktrin-doktrin agama yang sesuai dengan akal pikiran semata.

Diantara Modus Intervensi Barat, yaitu: Intervensi kurikulum pendidikan Islam dan pondok pesantren, Bantuan pendidikan dan beasiswa kepada lembaga pendidikan Islam dan pelajar/mahasiswa di Indonesia, Pembentukan jaringan intelektual Muslim yang menyuarakan liberalisasi pemikiran Islam.

Liberalisasi pendidikan islam di Indonesia bertujuan untuk mencetak para intelektual Muslim dan ulama yang pro Barat serta merusak aqidah islam dari dalam.

Upaya penanggulangan liberalisasi pendidikan islam di Indonesia adalah dengan merapatkan barisan dan menyusun strategi ke depan, menjalin ukhuwah islamiah, mempertebal keimanan, memperkuat jam’iah, mendidik generasi penerus dengan aqidah islam.

B.     Saran
Diharapkan kepada pembaca dapat memahami secara mendalam tentang hal-hal yang berkaitan dengan kajian tentang tentang pengertian liberalisasi pendidikan islam, bentuk-bentuk liberalisasi pendidikan islam di Indonesia, tujuan liberalisasi pendidikan islam di Indonesia dan upaya penanggulangan liberalisasi pendidikan islam di Indonesia.




DAFTAR PUSTAKA


Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Syabab. Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, (Jakarta: Syahamah Press, 2012).
Dedi Wahyudi,  liberalisasi pendidikan islam di indonesia, (Online), (http://khalidwahyudin.wordpress.com),diakses 13 Maret  2011.
Ramli, M. Idris. Pengantar Sejarah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
Assegaf, Abd. Rachman. 2003. Internasionalisasi Pendidikan: Sketsa Perbandingan Pendidikan di Negara-negara Islam dan Barat. Yogyakarta: Gama Media.
Dewantara, Ki Hajar. 2009. Menuju Manusia Merdeka. Yogyakarta: Leutika.
Majalah BASIS Edisi Juli-Agustus 2009.
UU Nomor 25 tahun 2007 PP Nomor 77 tahun 2007
                                                                            


Tidak ada komentar:

Posting Komentar